3 Kesalahan dalam Mengerti Employee Experience
Persaingan dunia pencari kerja dan mencari pekerja semakin sengit sekarang. Memang, pencari kerja kini sedang membludak akibat pandemi yang berdampak pada kolapsnya usaha-usaha yang memiliki pekerja yang tidak sedikit. Namun, membludaknya pencari kerja tidak serta merta memberikan peluang besar bagi perusahaan untuk mencari kandidat terbaik mereka.
Gaji yang kompetitif dengan benefit segudang bukan lagi menjadi daya tarik bagi kandidat pekerja dan bukan menjadi jaminan seorang pekerja akan menetap lama di sebuah perusahaan.
Kini, pekerja dan kandidat pekerja lebih memilih pekerjaan yang dapat mengakomodasi gaya hidup mereka, memberikan kesempatan bagi mereka untuk berkembang, memberi kesempatan memperluas jaringan koneksi kerja, serta menginginkan pekerjaan yang dapat memberikan nilai hidup dan tujuan hidup yang baik.
Dan jangan lupa, jagat media sosial bisa mengubah nasib seseorang–bahkan sebuah perusahaan–hanya dalam beberapa ketikan saja.
Jika pekerja memiliki pengalaman buruk yang diakibatkan oleh perusahaan, bukan tidak mungkin, perlakuan tersebut diceritakan ke dunia media sosial dan viral. Pada akhirnya, citra perusahaan lah yang akan tercoreng akibat pengalaman buruk pekerja. Usaha employer branding yang mungkin dibangun oleh HR selama ini bisa sia-sia akibat review buruk dari pekerja.
Lalu, apa yang harus HR dan manajemen lakukan untuk mencegah hal-hal seperti ini terjadi? Apa yang harus HR dan manajemen lakukan agar pengalaman kerja seorang pekerja bisa bernilai positif? Apakah employee engagement harus lebih ditingkatkan lagi?
Nyatanya, jika HR dan manajemen berpikir untuk meningkatkan employee engagement, jawaban tersebut kurang tepat. HR dan manajemen harus meningkatkan kembali nilai-nilai di dalam employee experience yang ada agar pekerja memiliki pengalaman yang positif selama bekerja di perusahaan.
Memang, apa bedanya employee engagement dan employee experience? Bukankah sama?
Menurut Gallup, employee engagement dan employee experience merupakan dua hal yang berbeda. Employee experience merupakan keseluruhan pengalaman atau perjalanan pekerja bersama perusahaan. Dimulai dari HR yang merekrut pekerja hingga akhirnya pekerja memutuskan untuk resign dari perusahaan. Employee engagement sendiri berada dalam cakupan employee experience.
Employee engagement adalah kebutuhan utama yang pekerja butuhkan dan harus dipenuhi agar pekerja dapat memiliki performa kerja yang baik dan sesuai dengan ekspektasi perusahaan. Tidak hanya kebutuhan material, pekerja juga membutuhkan dukungan emosional dan sosial.
Employee experience sendiri sering disalahartikan oleh HR dan manajemen perusahaan. Terdapat tiga kesalahan utama yang dilakukan HR dan manajemen dalam memahami apa itu employee experience:
TOPICS
1. Perks and Committees
Manfaat tidak sama dengan employee experience. Seberapa banyak pun perusahaan memberikan manfaat kepada pekerja, seperti jam kerja yang fleksibel, barang inventaris yang kekinian, membership gym, dan sebagainya, hal itu tidak serta merta dapat memberikan nilai positif ke pengalaman kerja milik pekerja. Employee experience lebih dari pada pemberian manfaat kepada pekerja.
2. Employee Life Cycle
Employee life cycle (ELC) adalah urutan perjalanan kronologis pekerja, dimulai dari onboarding, development, hingga pekerja resign. ELC memang merupakan bagian dari employee experience, namun hanya bagian kecil dari employee experience karena hanya melibatkan HR. Padahal, employee experience membutuhkan kerjasama dari seluruh pihak di perusahaan untuk mensukseskan penerapan employee experience.
3. Employee Value Proposition
Employee value proposition (EVP) berfokus pada apa yang perusahaan berikan untuk menarik minat, terhubung, dan menjaga engagement dengan pekerja. EVP memang bagian dari employee experience, namun sama seperti ELC, EVP bukan keseluruhan dari employee experience. EVP berguna untuk employer branding sebuah perusahaan.
Ketika HR dan manajemen berbicara tentang employee experience, maka HR dan manajemen juga berbicara tentang nilai-nilai negatif dari employee experience dan bagaimana manajemen dapat mendukung pekerja dalam situasi apapun. Employee experience juga berbicara tentang bagaimana sebuah perusahaan menangani kekhawatiran pekerja setelah dikeluhkan oleh pekerja.
Menurut studi dari Deloitte, 80 persen pemimpin perusahaan di dunia menganggap employee experience merupakan kegiatan yang penting untuk dilakukan. Namun, sayangnya hanya 59 persen dari perusahaan yang mampu menjalankan employee experience dengan baik dan mengubah persepsi pekerja ke arah yang positif.
Apakah perusahaan Anda ingin menjadi salah satu yang menerapkan employee experience dan mengubah persepsi pekerja ke arah yang positif?
Artikel ini dilansir dari Deloitte, Jostle, People Insight.
Belum ada komentar yang tersedia!