Item terkait berdasarkan kata kunci pencarian Anda akan dicantumkan di sini.

Beranda>For Employer > Langkah-Langkah Akselerasi Tradisional Recruitment Menuju Recruitment 4.0
For Employer

Langkah-Langkah Akselerasi Tradisional Recruitment Menuju Recruitment 4.0

Karina

November 13 • 15 menit membaca

Bagi rekruter senior tentu pernah mengalami memasang info lowongan di mading karyawan, dengan memberikan batasan range waktu selama 2 minggu bagi kandidat untuk melamar dan hanya bisa berharap ada kandidat bagus mengirimkan lamaran.

Pada tradisional recruitment umumnya kandidat yang dipilih lebih banyak dari referensi user dan menjadi fenomena umum banyak walk-in CV yang ternyata nyangkut di pos security. Tidak mengherankan jika budaya “orang dalam” sangat kuat terjadi di berbagai perusahaan pada beberapa dekade ke belakang.

Proses selanjutnya yaitu screening CV yang dilakukan secara manual satu persatu. Biasanya proses ini akan memerlukan waktu sekitar satu – dua minggu tergantung dari banyaknya jumlah pelamar yang masuk. Jika ada beberapa kandidat yang sesuai harapan bisa segera berlanjut ke proses interviewoleh recruiter dan user, namun jika tidak ada pelamar yang memenuhi kualifikasi yang diharapkan tentunya akan memakan waktu lebih lama lagi.

Secara keseluruhan proses traditional recruitment umumnya membutuhkan waktu berkisar satu bulan untuk proses identifikasi, publikasi, screening, rangkaian interview, cek referensi, negosiasi sampai mendapatkan talent yang sesuai kebutuhan.  Setelah mendapatkan kandidat terpilih masih harus ditambah dengan masa tunggu one month notice untuk kandidat tersebut bisa onboarding.

Wow, Amazing bukan! Lamanya waktu yang dibutuhkan dalam tradisional recruitment.

Pertanyaannya, apakah cara ini masih sesuai dengan tantangan recruitment dimasa sekarang dan dimasa yang akan datang? Dan apakah ini saat yang tepat untuk mengubah proses recruitment?

CTA EBOOK UBAH PROSES REKRUTMEN

 

Angkatan Kerja Terbesar 2020

Saat ini, sebagian besar talenta potensial datang dari generasi digital (milenial dan gen z) dimana jumlahnya lebih dari setengah dari keseluruhan pekerja aktif di Indonesia saat ini. Generasi digital native ini tumbuh di lingkungan serba digital.

Jadi proses dimana pekerjaan yang mencari kandidat secara manual sudah dianggap sebagai peninggalan sejarah masa lalu dan tidak lagi sesuai dengan ekspektasi dan kebutuhan mereka. Pengaruh internet mampu mengubah tatanan nilai dan gaya hidup mereka menjadi serba digital tak terkecuali dalam proses mencari pekerjaan.

Melalui mesin pencarian Google, mereka terbiasa mencari jawaban untuk pertanyaan atau problema yang mereka hadapi. Dengan demikian mereka berkembang menjadi kelompok yang ingin mengerjakan masalah baru dan sulit dengan cara mereka sendiri, dan yang membutuhkan solusi kreatif dan serba instan.

 

Perubahan Akibat Kemajuan Teknologi Informasi

menuju recruitment 4.0

 

Perubahan teknologi informasi merubah banyak hal, tak terkecuali dunia pencarian pekerjaan. Saat ini informasi lowongan pekerjaan begitu terbuka. Hanya membuka satu job board online dengan sentuhan jari, dalam hitungan menit ditemukan ratusan informasi lowongan pekerjaan. Dari keperluan membuat CV dengan bagus beserta tutorial dan template-nya, saat ini dengan mudah dan murah bisa didapatkan, baik dari web, media sosial, sampai bentuk video tutorial banyak tersedia seperti di kanal youtube.

Mencari pekerjaan jaman sekarang itu gampang, sudah nggak sesulit masa dimana belum ada internet”, begitulah kira-kira yang ada di benak para pekerja saat ini.

Perubahan mindset akibat kemajuan teknologi informasi dan lahirnya  media sosial layaknya dua sisi mata uang, disatu sisi memudahkan dalam penyebaran informasi tapi disisi lain kemudahan ini menimbulkan tingginya turnover karyawan, karena dengan mudahnya informasi lowongan pekerjaan memberikan talent begitu banyak pilihan dan kesempatan untuk berpindah-pindah pekerjaan.

 

Tuntutan Kecepatan dalam Recruitment

Fakta di lapangan saat ini, perlahan namun pasti, era pekerja kontrak, outsourcing dan pekerja lepas lebih banyak diberlakukan oleh banyak perusahaan. Hal ini mengakibatkan rendahnya tingkat engagement dan ujung-ujungnya tingkat retensi karyawan ter-disrupsi oleh tingginya turnover.

Ditambah lagi dengan fakta bahwa generasi yang mendominasi angkatan kerja saat ini, terkenal selektif dalam mencari pekerjaan. Mereka cenderung berpikir ingin menjadi manajer dalam waktu kurang dari lima tahun sejak mereka lulus kuliah. Hal ini membuat mereka cenderung untuk berpindah-pindah pekerjaan dalam waktu yang relatif singkat. Tentu saja pola ini menjadi masalah tersendiri bagi perusahaan terutama bagi recruiter yang dituntut untuk bisa segera mengisi posisi lowong tersebut.

Kecenderungan untuk berpindah-pindah pekerjaan tergambar dalam survei Deloitte pada tahun 2018. Deloitte menemukan bahwa Milenial dan Gen Z memiliki loyalitas yang rendah. 43% Milenial memilih meninggalkan pekerjaan mereka dalam 2 tahun. Jumlah ini meningkat dibanding tahun 2017 sebesar 38%. Sedangkan, hanya 28% yang menyatakan ingin bertahan lebih dari 5 tahun di perusahaan yang sama. Sementara responden yang mewakili Gen Z menunjukkan data loyalitas yang lebih rendah lagi dibanding generasi kakaknya, 61 persen dari mereka mengatakan akan meninggalkan perusahaan dalam dua tahun jika memiliki pilihan lain.

Jadi, tidak ada pilihan lain bagi perusahaan karena mereka adalah talent sources yang terbesar saat ini. Cepat atau lambat kehadiran generasi ini “memaksa” praktisi recruitment yang masih menerapkan sistem perekrutan tradisional untuk segera beralih ke digital recruitment.

 

Akselerasi Menuju Recruitment 4.0

menuju recruitment 4.0

 

Menjadi tanda tanya besar bagi para praktisi yang masih menggunakan tradisional recruitment di era digital saat ini tentang bagaimana mengakselerasikan proses recruitment.

Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam proses mempercepat evolusi recruitment mutlak dilakukan sebagai jawaban atas masalah recruitment saat ini, yakni proses recruitment yang dituntut semakin cepat seiring dengan meningkatnya rata-rata turn over karyawan dewasa ini.

Pertanyaannya, bagaimana langkah-langkah menuju sistem Recruitment 4.0 agar berjalan efektif?

 

         1.  Dari Manual Menjadi Digital

Jika Anda masih menggunakan cara tradisional dalam proses recruitment, sudah waktunya membangun brand image yang dilanjutkan membangun brand reputation baik offline maupun onlinemelalui program employer branding.

Baca tulisan saya : 5 Kriteria Mengukur Tingkat Kesuksesan Sebuah Employer Brand

Kini saatnya membuat proses A-Z dalam recruitment menggunakan cara digital. Artinya sudah harus mulai meninggalkan cara lama seperti menyebarkan informasi lowongan lewat media atau portal offline, meminta kandidat mengirimkan lamaran hard copy, menjalankan perekrutan massal seperti walk in interview sekali waktu, atau mengadakan bursa kerja gabungan tanpa proses screening dan selecting secara online, demi terhindar dari desperate job hoppers.

Sudah waktunya cara lama segera digantikan dengan cara baru yang “paperless”, karena cara tradisional yang menyulitkan job seeker sudah tidak efektif dalam menjaring kandidat berkualitas dan tidak efisien dalam hal waktu yang dihabiskan, pun tidak diminati lagi terutama oleh para talent muda.

Digitalisasi recruitment bisa dimulai dari yang basic terlebih dahulu, seperti membangun web perusahaan, yang mana menjadi rujukan bagi kandidat saat mencari informasi terkait sejarah, visi misi, bisnis proses dan lain sebagainya yang diperlukan sebagai referensi informasi bagi kandidat sebelum melamar pekerjaan.

         2.  Membangun Brand Melalui Media Sosial

Media sosial hanyalah salah satu elemen teknologi yang dapat meningkatkan proses perekrutan untuk mendapatkan karyawan. Ini adalah cara sederhana bagi perusahaan untuk memastikan recruitermenjangkau kandidat terbaik di luar sana.

Recruiter jaman now terbiasa “mengintip” akun media sosial calon kandidat untuk melihat “portofolio” online mereka, apakah memposting secara teratur tentang topik yang terkait dengan industri, tingkat interaksi dengan rekan industri dan gambaran tentang kepuasan atas pekerjaan mereka.

Bukan hanya recruiter yang suka “kepo”, ternyata calon kandidat pun melakukan hal yang sama kepada perusahaan sebelum mereka menentukan minat untuk melamar ke perusahaan tersebut. Ini merupakan cara tersendiri recruiter dan kandidat untuk terkoneksi satu sama lain dengan memanfaatkan berbagai platform sosial media.

Jadi, online reputation sebuah brand perusahaan menjadi hal yang sangat krusial untuk dikelola dengan baik layaknya brand product mereka.

Untuk membangun online reputation ini bukanlah hal yang mudah. Oleh karena itu Kalibrr dalam E-book terbarunya yang berjudul Panduan Lengkap Implementasi Employer Branding telah membuat panduan yang dilengkapi dengan contoh-contoh nyata dari perusahaan yang telah sukses membangun reputasi mereka secara online, yang dapat digunakan para praktisi HR untuk meningkatkan Employer Brand presence nya.

CTA EBOOK EMPLOYER BRANDING

 

3.  Membangun Strategi dan Kultur Organisasi yang Fit Dengan Perkembangan Jaman

Pernah mendengar “Culture eats strategy for breakfast”? Statement terkenal dari Sang Management Guru – Peter Drucker.

Terjemahan sederhana dari statement tersebut adalah “apapun strategi atau rencana strategis yang coba diterapkan, keberhasilan akan ditahan oleh (budaya) orang-orang yang mengimplementasikan rencana itu jika budaya organisasi tidak mendukungnya”.  Oleh karena itu memastikan seluruh stakeholder di dalam organisasi untuk mempunyai satu visi merupakan hal yang penting. Langkah ini tidak bisa dimulai oleh satu orang, tetapi harus disadari, dipahami dan dibangun bersama-sama secara top to down dalam suatu organisasi demi suksesnya implementasi dari strategi.

 

Beberapa strategi yang paling ampuh untuk memikat talent masa depan yang dirangkum dari beberapa survei diantaranya adalah:

  • Akses informasi dan jalur komunikasi terbuka tanpa birokrasi yang kompleks
  • Penerapan aturan jam kerja yang lebih fleksibel
  • Lingkungan kerja yang menyenangkan
  • Kompensasi yang kompetitif

Kunci sukses dari strategi tersebut secara sederhana ialah bagaimana cara perusahaan memperlakukan karyawan seperti apa yang karyawan harapkan, bukan sesuai apa yang perusahaan inginkan.

 

Memasuki Recruitment 4.0

Dalam Recruitment 4.0 membangun sendiri platform sistem perekrutan adalah sebuah investasi. Selayaknya investasi lain tentunya ada biaya yang harus dikeluarkan, dan semakin kompleks sistem yang dibangun akan semakin besar pula biaya yang dikeluarkan mulai dari puluhan, jutaan bahkan milyaran rupiah. Namun, saat ini hal tersebut bisa disiasati dengan menggunakan Job Board terpercaya seperti kalibrr, karena hanya perlu membayar biaya sesuai dengan kebutuhan recruitmentyang dibutuhkan untuk menunjang berbagai proses recruitment yang harus dilakukan secara tepat.

Teknologi Artificial Intelligence, data analytics, email automation dan fitur lain di Kalibrr sangat membantu internal recruiter untuk efektif dalam menjaring kandidat yang kompeten dengan lebih cepat dan cost effective. Hal ini sesuai dengan peran Artificial Intelligence yang semakin berkembang seperti yang diprediksi oleh para ahli. Kedepannya manusia dan teknologi saling berkolaborasi dalam dunia recruitment merupakan kunci utama dalam menghadapi Recruitment 4.0.

 

Akhir kata, untuk mendapatkan kandidat yang berkualitas dengan cepat dan cost effective perlu ada transformasi di strategi recruitment. Implementasi strategi recruitment yang terintegrasi meliputi Employer Branding, recruitment technology dan crowd source recruitment merupakan hal krusial untuk memenangkan talent war dan membangun suksesnya sebuah bisnis.

cta

 

Bagikan via:

Tentang Penulis

Hello, my name is Karina and I work as a freelance contributor at Kalibrr. I enjoy reading self-improvement books and working out. Lebih Lanjut Karina

Komentar (0) Kirim Komentar

Belum ada komentar yang tersedia!