Menghadapi Evolusi Recruitment, Sebuah Kebutuhan atau Keniscayaan?
Satu hal yang abadi di dunia ini adalah perubahan. Revolusi Industri 4.0 yang tengah berlangsung dirasakan telah mengubah tatanan kehidupan di seluruh dunia, dengan cepat membawa perubahan sosial dan pergeseran dalam segi bisnis secara umum.
Produktivitas dan efisiensi merupakan afeksi jangka panjang yang akan dirasakan dalam revolusi industri di era digital ini, maka dari itu perusahaan harus bisa memanfaatkan teknologi untuk dapat meraih tingkat efektivitas bisnisnya tak terkecuali dalam dunia perekrutan.
Kini proses mendapatkan talent yang tepat tidak lagi semudah menyebarkan informasi lowongan ke internal organisasi, menempel info lowongan di mading perusahaan, dan atau memasang iklan lowongan pada media massa di akhir pekan. Kemudian, pelamar diharapkan akan tertarik untuk melamar di posisi lowong tersebut, mengikuti proses seleksi dan interview, lalu ditutup dengan proses onboarding jika terpilih.
TOPICS
Apa yang berubah dalam dunia perekrutan?
Selama beberapa dekade ke belakang, fungsi Human Resources Department (HRD) lebih sederhana jika dibandingkan fungsi HRD dewasa ini, dimana pada masa lalu fungsi HRD lebih menitikberatkan pada industrial relations atau hubungan industrial, merumuskan dan menjalankan program remunerasi, reward dan punishment, dan masih sedikit fungsi yang terkait dengan urusan merekrut dan meretensi karyawan.
Pada era terdahulu, hubungan kerja yang “permanen” menjadikan retensi karyawan lebih langgeng, dan proses rekrutmen hanya terjadi pada periode awal ketika perusahaan dibangun dan atau saat ada pengembangan organisasi. Selebihnya siklus baru terulang pada saat karyawan mencapai usia pensiun.
Pada era digital ini, fungsi HRD mengalami pergeseran dan lebih menitikberatkan pada fungsi recruitment dan culture management. Recruitment menjadi fungsi yang paling krusial saat ini dikarenakan rendahnya tingkat engagement karyawan kepada perusahaan yang berujung pada tingginya tingkat turnover karyawan. Coba tengok data dari Business Insider fakta perusahaan-perusahaan besar seperti Google, Facebook, Microsoft, dan lain-lain dimana rata-rata retensi karyawannya tidak bertahan lama, bahkan Uber tercatat denagn rata-rata memiliki retensi karyawan paling rendah bertahan kurang dari dua tahun.
Sebaik apapun perusahaan me-retain talent terbaiknya, kenyataannya tetap saja turnover tergolong tinggi. Padahal seperti yang kita ketahui bersama betapa hebatnya usaha yang dilakukan perusahaan-perusahaan raksasa tersebut untuk membangun culture dan menciptakan employee service experience namun ternyata hal tersebut tidak otomatis berdampak secara signifikan pada engagement dan retensi karyawannya.
Jadi, menarik talenta terbaik untuk bekerja di perusahaannya adalah tantangan terbesar bagi para praktisi HR saat ini dan me-retain para talent terbaik yang dimiliki menjadi dinamika tersendiri yang harus dihadapi.
Bagaimana dunia recruitment bisa berubah?
Kemajuan teknologi mengakibatkan mudahnya mendapatkan informasi pekerjaan, hal itulah faktor utama yang merubah wajah dunia recruitment menjadi penuh dinamika dan memunculkan tren tingginya tingkat turnover di banyak perusahaan saat ini.
Kebanyakan kandidat sekarang ini adalah pencari kerja pasif, dengan kata lain mereka tidak aktif mencari pekerjaan, maka tugas seorang perekrut tidak lagi sekadar menjangkau kandidat yang sesuai untuk melamar dan selanjutnya diundang untuk interview. Tugas recruiter saat ini seperti halnya menarik calon kandidat dengan cara yang sama seperti perusahaan harus menarik calon pelanggan.
Kondisi ini diperburuk dengan adanya pengaruh dari generasi tech savvy yang saat ini berjumlah paling besar dalam angkatan kerja, yang menurut berbagai penelitian menyumbang tingginya keluar-masuk karyawan karena singkatnya masa kerja mereka kepada perusahaan.
Dinamika berburu Top Talent di Era Digital
Dalam menyusun strategi merekrut top talent, perlu waspada terhadap tren dan statistik yang akan memberi wawasan yang berharga tentang pola perilaku para kandidat dan apa yang dapat dilakukan perusahaan untuk mendapatkan dan me-retain mereka. Berikut adalah beberapa fakta yang cukup mencengangkan menurut berbagai sumber:
-
Menurut data dari LinkedIn, 70% dari talent terbaik bersikap pasif dalam mendapatkan pekerjaan. Perusahaan dapat menggunakan berbagai strategi untuk menarik kandidat pasif ini, namun strategi yang lebih utama adalah bagaimana perusahaan “memelihara” talent yang ada sehingga mereka tidak tertarik melihat peluang kerja di perusahaan lain.
-
Millennial Survey Deloitte menemukan bahwa dua pertiga dari pekerja millennial ingin meninggalkan pekerjaan mereka pada tahun 2020. Ketika ditanya apakah mereka akan pergi ke perusahaan baru atau melakukan sesuatu yang berbeda jika mereka punya pilihan, tanggapan mereka: 66% berharap untuk pergi dalam lima tahun, pada akhir tahun 2020 dan hanya 16% yang berencana untuk bersama perusahaan tempat bekerja mereka sekarang dalam 10 tahun.
-
“The best candidates are off the market in 10 days” (Officevibe). Hal ini bisa menjadi acuan bagi recruiter dalam mempersingkat waktu perekrutan, baik dalam proses maupun dalam pengambilan keputusan, karena rata-rata dalam 10 hari Top Talent sudah mendapatkan pekerjaan baru dari tawaran yang lebih cepat dan lebih baik.
-
90% dari talent yang memilih kesediaannya bekerja didasari oleh pemilihan terhadap perusahaan apa yang akan mereka pilih atau dengan siapa mereka akan bekerja (mrinetwork). Kehadiran internet dan media sosial membuat informasi menjadi terbuka bagi kedua belah pihak, saat ini talent bisa menilai perusahaan, bahkan lebih lanjut top talent yang memilih employer (menentukan dimana mereka akan bekerja).
-
Menurut Kalibrr, 86% dari kandidat yang paling qualified memiliki status masih bekerja. Kandidat ini merupakan talent yang puas dengan peran mereka saat ini dan tidak secara aktif mengeksplorasi alternatif pilihan karier.
-
Bertambahnya tingkat kesulitan dalam menemukan talent IT (Developers, Engineer, dll) sebesar 25,8%, senior management (CTO, CMO, GM) sebesar 16,1%, dan juga digital marketing sebesar 16,1% (Kalibrr Data 2017-2019).
Siapkah Praktisi HR Menyikapi Evolusi Dunia Perekrutan?
Suka tidak suka, siap atau tidak siap, perubahan dalam dunia perekrutan tengah berlangsung.
Di era ini, menyebarkan informasi job vacancy merupakan perkara mudah, mendapatkan jumlah pelamar yang masuk juga bukan perkara sulit. Namun mendapatkan talent yang tepat sesuai kebutuhan bukanlah urusan sederhana.
Kehadiran sosial media di tengah masyarakat memungkinkan baik kandidat dan rekruter untuk bisa saling menilai dan memilih. Oleh karena itu, perusahaan dituntut memiliki brand yang dikenal dan bereputasi baik.
Unduh E-Book Kalibrr: Panduan Lengkap Implementasi Employer Branding, untuk mendapatkan insight lebih banyak dalam membentuk employer brand yang kuat.
Tapi employer brand juga diibaratkan seperti dua sisi mata pedang yang masing-masing sisinya menyebabkan terjadinya dilema untuk recruiter. Di satu sisi employer brand sebuah perusahaan belum dikenal sehingga, berakibat pada sedikitnya peminat/kandidat yang melamar, maka kondisi ini akhirnya menciptakan bottleneck di proses rekrutmen. Namun di sisi lain pada brand menguat, recruiter menjadi kewalahan dalam menyeleksi dan menyortir kandidat karena terlalu banyaknya peminat.
Oleh sebab itu, diperlukan usaha dan strategi yang lebih dari sekedar memperkuat employer brand positioning. Namun yang tidak kalah penting adalah peran dari kemajuan teknologi dalam menyederhanakan proses perekrutan itu sendiri.
Peran Teknologi Menyederhanakan Proses Perekrutan.
Teknologi memainkan peran lebih besar dalam proses rekrutmen modern. Berbagai software recruitment seperti Applicant Tracking System (ATS) yang didukung oleh teknologi AI (Artificial Intelligence) terbukti merampingkan proses recruitment, seperti dalam proses screening, penjadwalan interview, dan kehadiran chat boots yang memudahkan dalam menjawab pertanyaan pelamar dan banyak lagi peran lain dari evolusi Recruitment 4.0, seperti dalam tulisan saya Pentingnya Merevolusi Sistem Perekrutan Bagi Recruiter Penguasa Masa Depan.
Teknologi AI mampu dengan mudah mengumpulkan data dan melakukan evaluasi secara berkala untuk memperbaiki proses rekrutmen. Oleh karena itu, kualitas talent yang terpilih tidak hanya semakin baik, namun juga berpengaruh secara signifikan dalam mempersingkat time-to-hire dimana hal ini dapat diwujudkan dengan mudah melalui teknologi yang disediakan oleh Kalibrr. Hal ini juga sesuai dengan perkembangan zaman yang menuntut untuk bekerja lebih cepat, tepat dan efisien di satu waktu.
Unduh E-Book Kalibrr: 15 Cara untuk Mengurangi Time to Hire, untuk mengetahui berbagai macam pendekatan yang dapat digunakan dalam membuat proses rekrutmen lebih mudah dan cepat.
Akhir kata, agility atau kelincahan dalam menghadapi perubahan menjadi sebuah keharusan bagi siapapun agar tidak tergilas oleh perubahan zaman. Lalu pertanyaan untuk para recruiter, hiring manager, decision maker dan atau bisnis owner, sudah seberapa agile sikap Anda terhadap evolusi Recruitment 4.0 yang tengah terjadi?
Belum ada komentar yang tersedia!