Seleksi Kandidat, Selektif atau Tidak Realistis?
Recruiter manakah yang tidak pernah menghadapi sulitnya mendapatkan kandidat yang sesuai ekspektasi user? Terlebih lagi jika user cenderung picky dalam memilih kandidat. Berniat awal selektif, user khawatir salah dalam memilih kandidat.
Namun, apakah benar hal tersebut karena selektif? Atau justru tidak realistis? Ibarat mencari pasangan, seringkali dinding antara selektif dan tidak realistis menjadi sulit untuk dibedakan. Kecenderungan untuk mencari pasangan yang sempurna dalam berbagai aspek, seringkali berakhir pada ‘jomblo’ yang tidak berujung. Mengenaskan bukan?
Hal yang sama dengan proses seleksi kandidat pada user. Seringkali, user cenderung menetapkan kualifikasi yang cukup tinggi, atau bahkan kontradiktif dalam mencari kandidat. Misalnya, menginginkan kandidat yang people person, namun tahan dalam mengerjakan pekerjaan administratif dalam jangka waktu yang lama.
Bukan berarti tidak mungkin, namun jika ditinjau kembali, kandidat dengan kepribadian people person seringkali cenderung mudah jenuh pada pekerjaan yang bersifat administratif. Begitu pula sebaliknya, kandidat yang sangat telaten dalam pekerjaan administratif, seringkali tidak mudah untuk menjadi people person yang sangat aktif berinteraksi dengan lingkungan sosial.
Hasilnya? Kualifikasi yang kontradiktif atau tidak realistis akan berdampak pada time-of-hire yang semakin panjang, dan cost-of-hire yang semakin membengkak. Selain itu, kekosongan posisi tersebut juga berpotensi berdampak pada karyawan yang harus mengerjakan pekerjaan pada posisi tersebut sementara waktu, yang mungkin saja dapat berujung burnout dan memilih untuk resign.
Lalu, apakah yang bisa dilakukan untuk menghindari kondisi ini? Here we go!
TOPICS
1. Be their partner, not their server
Sebagai recruiter yang memberikan ‘service’ pada user dalam menyediakan kandidat untuk posisi yang dibutuhkan, sangat penting untuk bersikap proaktif dalam proses seleksi kandidat dan bukan semata-mata memenuhi permintaan user. Dalam hal ini, recruiter idealnya bertindak sebagai partner bagi user untuk dapat melakukan brainstorming guna menentukan dan menyepakati kualifikasi kandidat yang dibutuhkan.
Tidak jarang ditemukan user yang ingin merekrut satu posisi dengan job description yang merangkap dua posisi yang memiliki karakteristik pekerjaan yang berbeda. Misalnya sales dan admin, dimana sales cenderung membutuhkan karyawan yang memiliki fleksibilitas yang tinggi, sedangkan admin yang membutuhkan karyawan yang memiliki keteraturan yang tinggi. Bukankah menjadi tidak realistis?
Oleh karena itu, lakukan brainstorming sejak awal untuk menghindari terjadinya perbedaan ekspektasi kandidat antara recruiter dan user, yang dapat dikarenakan adanya kualifikasi yang tidak realistis.
2. Review kembali interview-to-offer ratio
Interview-to-offer ratio adalah jumlah rata-rata kandidat yang perlu di-interview oleh user untuk mendapatkan satu kandidat yang sesuai kualifikasi dan lolos dari proses interview. Pada umumnya, rasio yang dianggap reasonable adalah 3:1, dengan asumsi akan ada 1 kandidat yang lolos dari 3 kandidat yang di-interview.
Apabila rasio lebih dari 8:1, ada baiknya untuk me-review alasan user setelah melakukan interview pada beberapa kandidat tersebut.
Selain sebagai feedback bagi recruiter untuk pencarian kandidat yang lebih sesuai kualifikasi kedepannya dalam hal sourcing channel, dan deskripsi kualifikasi serta job description, hal tersebut juga bertujuan untuk memastikan seberapa realistis ekspektasi yang ditetapkan oleh user berdasarkan hasil interview yang telah dilakukan.
3. Sampaikan mengenai hiring triangle
Apabila belum menemukan titik cerah setelah melakukan langkah pertama dan kedua, diskusikan dengan user terkait hiring triangle yang mencakup 3 pilihan variabel yaitu: time-to-hire (speed), cost-to-hire (budget/salary), dan quality-of-hire (perfect candidate).
Baca Juga: 5 Recruitment Metrics Yang Akan Mengubah Teknik Hiring Anda
Sebagai recruiter, tidak jarang dihadapkan dengan ekspektasi user yang berupa “I want the best candidate, but I need it fast and cheap!”. Ibarat pria yang mencari pasangan, bukankah tidak mudah untuk menemukan wanita yang sempurna dalam waktu yang cepat? Belum lagi jika harus berpenampilan menarik dengan menggunakan pakaian, perhiasan, tas/sepatu, dan skin care yang murah. Well, selektif boleh, but being selective sometimes leads to unrealistic.
Bukankah membutuhkan waktu lebih untuk menjaring talent pool yang berkualitas? Bukankah kandidat berkualitas cenderung akan mematok ‘nilai jual’ yang lebih tinggi? Suka atau tidak suka, hanya ada 2 pilihan variabel yang memungkinkan untuk didapatkan secara bersamaan.
Baca Juga: Talent Community, Aspek Penting dalam Recruitment 4.0
Stop looking for a perfect candidate! Perfect candidate doesn’t always fit your needs. Vice versa, you don’t need a perfect candidate to fit your needs. All or nothing, you choose.
Belum ada komentar yang tersedia!